Kaum atau bangsa pertama yang dibinasakan secara massal oleh Allah
adalah kaum Nabi Nuh. Allah memusnahkan mereka dengan mendatangkan
banjir besar yang menenggelamkan mereka. “Maka mereka
mendustakan Nuh, kemudian Kami selamatkan dia dan orang-orang yang
bersamanya di dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta
(mata hatinya).” (Surat Al-A’raaf ayat 64).
Menurut Perjanjian Lama, kitab suci orang Yahudi dan Nasrani yang
sudah tidak asli itu, banjir zaman Nabi Nuh itu melanda seluruh dunia:
Dan Tuhan melihat bahwa kejahatan manusia di bumi adalah besar, dan
bahwa setiap imajinasi dari pikiran-pikiran dalam hatinya hanya
perbuatan jahat. Dan ini menjadikan Allah menyesali bahwa Dia telah
menciptakan manusia di bumi, dan ini menyedihkan hati-Nya. Dan Tuhan
berkata, “Aku akan membinasakah manusia yang telah Kuciptakan dari
permukaan bumi, kedua jenis yang ada, manusia dan binatang, dan segala
yang merayap, dan unggas-unggas di udara, yang mereka telah
mengecewakan-Ku yang telah menciptakan mereka.
Akan tetapi, (Nabi) Nuh mendapatkan kasih sayang di mata Tuhan. (Kejadian, 6: 5-8).
Namun menurut penyelidikan para ahli, banjir yang terjadi saat itu
tidak melanda seluruh dunia, melainkan hanya terjadi di daerah
Mesopotamia (kini termasuk wilayah Iraq), khususnya di daerah lembah
antara sungai Eufrat dan sungai Tigris. Namun karena lembah itu demikian
luasnya sehingga ketika terjadi hujan super lebat berhari-hari,
meluaplah kedua sungai itu lalu airnya menenggelamkan lembah di antara
dua sungai tersebut. Demikian banyak airnya sehingga lembah itu berubah
seperti laut lalu menenggelamkan seluruh ummat Nabi Nuh yang ingkar di
lembah itu.
Pada tahun 1922 sampai 1934 Leonard Woolley dari The British Museum
dan University of Pensylvania mempimpin sebuah penggalian arkeologis di
tengah padang pasir antara Baghdad dengan Teluk Persia. Di tempat yang
diperkirakan dulunya pernah berdiri sebuah kota bernama Ur, mereka
melakukan penggalian.
Dari permukaan tanah hingga lima meter ke bawah terdapat sebuah
lapisan tanah yang berisi berbagai benda yang terbuat dari perunggu dan
perak. Ini benda-benda peninggalan bangsa Sumeria yang diperkirakan
hidup sekitar 3.000 tahun sebelum Masehi. Mereka bangsa yang telah dapat
membuat benda dari logam.
Di bawah lapisan pertama itu mereka menemukan sebuah lapisan kedua
berisi deposit pasir dan tanah liat setebal 2,5 meter. Pada lapisan itu
masih terdapat sisa-sisa hewan laut berukuran kecil.
Yang mengejutkan, di bawah lapisan pasir dan tanah liat itu
terdapat lapisan ketiga berisi benda-benda rumahtangga yang terbuat dari
tembikar. Tembikar itu dibuat oleh tangan manusia. Tidak ditemukan
benda logam satu pun di lapisan itu. Diperkirakan benda-benda
peninggalan masyarakat Sumeria kuno yang hidup di Zaman Batu.
Diperkirakan oleh para ahli, lapisan kedua itu adalah endapan
lumpur akibat banjir yang terjadi pada zaman Nabi Nuh. Banjir itu telah
menenggelamkan masyarakat Sumeria kuno —yang kemungkinan besar mereka
adalah kaum Nabi Nuh— lalu lumpur yang terbawa banjir itu menimbun sisa
perabadan masyarakat tersebut. Berabad-abad, atau puluhan abad kemudian
setelah banjir berlalu, barulah hadir kembali masyarakat baru di atas
lapisan kedua itu, yakni masyarakat Sumeria ‘baru’ yang peradabannya
jauh lebih maju daripada masyarakat Zaman Batu yang tertimbun lumpur
itu.
Penyelidikan arkeologis di beberapa tempat mendapatkan keterangan,
banjir melanda daerah yang memang sangat luas, yakni membentang 600 km
dari utara ke selatan dan 160 km dari barat ke timur. Banjir itu telah
menenggelamkan sedikitnya empat kota masyarakat Sumeria kuno, yakni Ur,
Erech, Shuruppak dan Kish.
Terbukti, banjir itu tidak melanda seluruh dunia, tetapi hanya
melanda wilayah yang didiami ummat Nabi Nuh. Daerah lain yang bukan
wilayah ummat Nabi Nuh tidak terlanda banjir. Hasil penyelidikan para
arkeolog tersebut dengan firman Allah dalam Al-Quran, bahwa Ia hanya
membinasakan masyarakat suatu negeri yang telah diutus seorang Rasul
kepada mereka, lalu mereka mengingkarinya. Negeri lain tidak. “ Dan
tidaklah Rabbmu membinasakan kota-kota sebelum Dia mengutus di ibukota
itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan
tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya
dalam keadaan melakukan kezhaliman. (Surat Al-Qashash ayat59)
Dalam Al-Quran diriwayatkan, Allah memerintahkan Nabi Nuh untuk
mengangkut masing-masing hewan sepasang (jantan dan betina) ke dalam
bahteranya: Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah
memancarkan air, Kami berfirman: ”Muatkanlah ke dalam bahtera
itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan
keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan
(muatkan pula) orang-orang yang beriman”. Dan tidak beriman bersama
dengan Nuh itu kecuali sedikit. (Surat Hud ayat 40).Pertanyaan
yang mungkin muncul, apakah seluruh hewan di muka bumi ini dinaikkan ke
perahu Nabi Nuh? Para ahli kitab dari kalangan Kristen menafsirkan,
seluruh hewan yang ada di muka bumi, masing-masing sepasang, dinaikkan
ke perahu Nabi Nuh. Sebab, seperti dikatakan di awal, dalam kitab mereka
dikatakan banjir terjadi secara global. Jadi yang harus diselamatkan
pun harus seluruh spesies makhluk hidup yang ada di muka bumi ini.
Penafsiran seperti itu jelas membingungkan mereka sendiri. Pertama,
pengikut Nabi Nuh sangat sedikit —karena kebanyakan mereka ingkar.
Dengan tingkat ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat rendah serta
personil mereka yang sangat sedikit, bagaimana caranya mereka
mengumpulkan ribuan atau ratusan ribu spesies makhluk hidup yang ada di
muka bumi ini?
Berarti harus ada pengikut Nabi Nuh yang dikirim ke berbagai
penjuru dunia, lalu membawa pulang ribuan spesies yang mereka temui
dengan bahtera yang sangat besar. Ada pengikut Nabi Nuh yang dengan
sebuah bahtera besar dikirim kutub utara dan selatan untuk membawa
sepasang beruang kutub, sepasang burung pelikan, sepasang anjing laut
dan berbagai hewan kutub lainnya, lalu semua itu dibawa pulang negeri
mereka.
Juga harus ada satu ekspedisi bahtera yang dikirim ke benua Amerika
untuk membawa sepasang bison, sepasang harimau, sepasang beruang,
sepasang ular anaconda, sepasang lintah, sepasang ikan piranha, sepasang
sapi, sepasang cheetah, sepasan kambing, sepasang burung nasar,
sepasang serigala, sepasang kutu anjing, serta sepasang ribuan spesies
hewan lainnya dari benua itu.
Berapa tahun yang mereka butuhkan untuk dapat mengumpulkan semua
hewan itu? Berapa banyak makanan hewan yang harus mereka siapkan?
Bagaimana mereka bisa membedakan kutu jantan dan kutu betina? Ada berapa
ribu kandang yang harus mereka siapkan di bahtera agar para hewan itu
tidak saling memangsa?
Setelah sekian bahtera itu kembali pulang, ribuan atau ratusan ribu
spesies hewan dari seluruh penjuru dunia itu dimasukkan ke dalam satu
bahtera Nabi Nuh. Bagaimana ratusan ribu spesies dari berbagai penjuru
dunia bisa bertahan hidup terpisah dengan habitat alamiahnya hingga
banjir surut? Apakah sementara itu siklus rantai makanan berhenti
berputar? Tidak mungkin!
Berbagai pertanyaan itu tidak akan dapat dijawab dengan logis oleh
mereka yang mendukung tafsiran banjir global pada zaman Nabi Nuh.
Adapun Al-Quran tidak menyebut banjir masa Nabi Nuh melanda seluruh
dunia. Sebagaimana dijelaskan pada berbagai ayat Al-Quran, adzab Allah
hanya ditimpakan kepada kaum yang zhalim yang mendustakan ajaran
nabinya, tidak kepada kaum lain. Jadi adzabnya pun hanya bersifat lokal
atau regional.
Karenanya hewan yang diangkut Nabi Nuh pun tidak berasal dari
seluruh dunia, melainkan hanya hewan yang terdapat di wilayah itu,
khususnya hewan yang biasa dipelihara dan diternakkan manusia, seperti
sapi, kambing, kuda, unggas, unta dan sejenisnya. Hewan-hewan itulah
yang dibutuhkan Nabi Nuh dan pengikutnya untuk menyangga kehidupan baru
mereka pasca banjir besar
No comments:
Post a Comment